Perbedaan Unsur Intrinsik Pada
Hikayat dan Cerpen
Pada
umumnya hikayat dan cerpen memiliki beberapa perbedaan. Hikayat merupakan
bentuk prosa lama dan cerpen merupakan bentuk prosa baru. Selain itu, tentunya
hikayat dan cerpen juga memiliki perbedaan dalam unsur intrinsik dan entrinsik.
Sebagai contoh adalah Hikayat berjudul Hang
Tuah dan cerpen berjudul Keberanian
Dre.
Hikayat Hang Tuah
Pada suatu ketika ada seorang
pemuda yang bernama Hang Tuah, anak Hang Mahmud. Mereka bertempat tinggal di
Sungai Duyung. Pada saat itu, semua orang di Sungai Duyung mendengar kabar tentangg
Raja Bintan yang baik dan sopan kepada semua rakyatnya.
Ketika Hang Mahmud mendengar
kabar itu, Hang Mahmud berkata kepada istrinya yang bernama Dang Merdu,
”Ayo kita pergi ke Bintan, negri
yang besar itu, apalagi kita ini orang yang yang miskin. Lebih baik kita pergi
ke Bintan agar lebih mudah mencari pekerjaan.”
Lalu pada malam harinya, Hang
Mahmud bermimpi bulan turun dari langit. Cahayanya penuh di atas kepala Hang
Tuah. Hang Mahmud pun terbangun dan mengangkat anaknya serta menciumnya.
Seluruh tubuh Hang Tuah berbau seperti wangi-wangian. Siang harinya, Hang
Mahmud pun menceritakan mimpinya kepada istri dan anaknya. Setelah mendengar
kata suaminya, Dang Merdu pun langsung memandikan dan melulurkan anaknya.
Setelah itu, ia memberikan anaknya itu kain,baju, dan ikat kepala serba putih.
Lalu Dang Merdu memberi makan Hang Tuah nasi kunyit dan telur ayam, ibunya juga
memanggil para pemuka agama untuk mendoakan selamatan untuk Hang Tuah. Setelah
selesai dipeluknyalah anaknya itu.
Lalu kata Hang Mahmud kepada
istrinya,
”Adapun anak kita ini kita jaga
baik-baik, jangan diberi main jauh-jauh.” Keesokan harinya, seperti biasa Hang
Tuah membelah kayu untuk persediaan. Lalu ada pemberontak yang datang ke tengah
pasar, banyak orang yang mati dan luka-luka.
Orang-orang pemilik toko
meninggalkan tokonya dan melarikan diri ke kampong. Gemparlah negri Bintan itu
dan terjadi kekacauan dimana-mana. Ada seorang yang sedang melarikan diri
berkata kepada Hang Tuah,
” Hai, Hang Tuah, hendak matikah
kau tidak mau masuk ke kampung.?” Maka kata Hang Tuah sambil membelah kayu,
”Negri ini memiliki prajurit dan
pegawai yang akan membunuh, ia pun akan mati olehnya.” Waktu ia sedang
berbicara ibunya melihat bahwa pemberontak itu menuju Hang Tuah sambil
menghunuskan kerisnya. Maka ibunya berteriak dari atas toko, katanya,
”Hai, anakku, cepat lari ke atas
toko!”
Hang Tuah mendengarkan kata
ibunya, iapun langsung bangkit berdiri dan memegang kapaknya menunggu amarah pemberontak
itu. Pemberontak itu datang ke hadapan Hang Tuah lalu menikamnya bertubi-tubi.
Maka Hang Tuah pun Melompat dan
mengelak dari tikaman orang itu. Hang Tuah lalu mengayunkan kapaknya ke kepala
orang itu, lalu terbelalah kepala orang itu dan mati.
Maka kata seorang anak yang
menyaksikannya,”Dia akan menjadi perwira besar di tanah Melayu ini.”
Terdengarlah berita itu oleh
keempat kawannya, Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekui. Mereka
pun langsung berlari-lari mendapatkan Hang Tuah. Hang Jebat dan Hang Kesturi
bertanya kepadanya,
”Apakah benar engkau membunuh
pemberontak dengan kapak?” Hang Tuah pun tersenyum dan menjawab,”Pemberontak
itu tidak pantas dibunuh dengan keris, melainkan dengan kapak untuk kayu.”
Kemudian karena kejadian itu,
baginda raja sangat mensyukuri adanya sang Hang Tuah. Jika ia tidak
datang ke istana, pasti ia akan dipanggil oleh Sang Raja. Maka Tumenggung pun
berdiskusi dengan pegawai-pegawai lain yang juga iri hati kepada Hang Tuah.
Setelah diskusi itu, datanglah mereka ke hadapan Sang Raja. Maka saat sang
Baginda sedang duduk di tahtanya bersama para bawahannya, Tumenggung dan segala
pegawai-pegawainya datang berlutut, lalu menyembah Sang Raja,
“Hormat tuanku, saya mohon ampun
dan berkat, ada banyak berita tentang penghianatan yang sampai kepada saya.
Berita-berita itu sudah lama saya dengar dari para pegawai-pegawai saya.”
Setelah Sang Baginda mendengar
hal itu, maka Raja pun terkejut lalu bertanya,
“Hai kalian semua, apa saja yang
telah kalian ketahui?”
Maka seluruh menteri-menteri itu
menjawab, “Hormat tuanku, pegawai saya yang hina tidak berani datang, tetapi
dia yang berkuasa itulah yang melakukan hal ini.”
Maka Baginda bertitah, “Hai
Tumenggung, katakana saja, kita akan membalasanya.”
Maka Tumenggung menjawab, “Hormat
tuanku, saya mohon ampun dan berkat, untuk datang saja hamba takut, karena yang
melakukan hal itu, tuan sangat menyukainya. Baiklah kalau tuan percaya pada
perkataan saya, karena jika tidak, alangkah buruknya nama baik hamba,
seolah-olah menjelek-jelekkan orang itu.”
Setelah Baginda mendengar
kata-kata Tumenggung yang sedemikian itu, maka Baginda bertitah,
“Siapakah orang itu, Sang Hang
Tuah kah?” Maka Tumenggung menjawab,
“Siapa lagi yang berani
melakukannya selain Hang Tuah itu.
Saat pegawai-pegawai hamba
memberitahukan hal ini pada hamba, hamba sendiri juga tidak percaya, lalu hamba
melihat Sang Tuah sedang berbicara dengan seorang perempuan di istana tuan ini.
Perempuan tersebut bernama Dang Setia. Hamba takut ia melakukan sesuatu pada
perempuan itu, maka hamba dengan dikawal datang untuk mengawasi mereka.
” Setelah Baginda mendengar hal
itu, murkalah ia, sampai mukanya berwarna merah padam. Lalu ia bertitah kepada
para pegawai yang berhati jahat itu,
“Pergilah, singkirkanlah si
durhaka itu!” Maka Hang Tuah pun tidak pernah terdengar lagi di dalam negri
itu, tetapi si Tuah tidak mati, karena si Tuah itu perwira besar, apalagi dia
menjadi wali Allah.
Kabarnya sekarang ini Hang Tuah
berada di puncak dulu Sungai Perak, di sana ia duduk menjadi raja segala Batak
dan orang hutan. Sekarang pun raja ingin bertemu dengan seseorang, lalu
ditanyainya orang itu dan ia berkata,
“Tidakkah tuan ingin mempunyai
istri?” Lalu jawabnya, “Saya tidak ingin mempunyai istri lagi”.
Cerpen Keberanian Dre
Dre adalah seorang anak laki laki yang baik dan ramah, dia juga
suka membantu orang lain. Teman temannya juga menyukai Dre, dia juga sering
membantu temannya yang ketinggalan pelajaran.
Walaupun begitu, Dre juga memiliki banyak kekurangan. Ia takut
gelap. Ia takut binatang. Ia juga takut pergi sendiri ke kedai di
ujung rumahnya sekalipun.
“Dre, aku punya 5 ekor anak kucing yang lucu. Aku kasih kamu
seekor ya!”
“Dre, nanti malem kita jalan-jalan bareng ya di alun-alun!”
Teman-teman Dre tahu, Dre sangat takut pada bulu kucing yang
berbulu kucing.
Ibu Dre pernah berkata, “Tidak apa-apa memiliki rasa takut. Orang
yang paling berani pun juga pasti ada rasa takutnya. Orang yang menjadi berani
itu tidak harus berani selamanya, tapi mereka menjadi berani ketika saat harus
berani. Kalau kamu mencoba mengalahkan salah satu ketakutanmu, Dre, kamu akan
menjadi anak yang paling berani.”
Dre hanya menunduk menggelengkan kepalanya. Ia tidak yakin apakah
bisa mengalahkan rasa takutnya itu.
Suatu hari, Tante Dina, adik Ibu datang ke rumah Dre.
“Dre, kamu mau nggak, temani Tante di rumah? Soalnya suami Tante
lagi ada acara keluar kota,” kata Tante Dina dengan wajah memelas.
Tante Dina memang sedang hamil tua. Sebentar lagi ia akan
melahirkan. Itulah alasannya, ia takut di tinggal sendirian. Dre malah gembira
diajak tinggal di rumah Tante Dina. Ia juga senang sebab rumah Tante Dina dekat
dengan sekolahan Dre. Jadi cukup jalan kaki saja, malah biar bisa menghemat
ongkos kendaraan Dre.
Tiba-tiba Tante Dina mengetuk pintu kamar Dre.
“Dre, Tante minta tolong, Nak!” padahal Dre sudah persiapan mau
tidur.
“Ada apa, Tante?” tanyanya sambil mengantuk.
“Dre, tolong carikan
taksi atau ojek, ya. Biasanya mangkal di ujung jalan perumahan ini.” Tante Dina
sambil memegang perutnya dengan meringis kesakitan.
“Haaaa, Tante mau melahirkan? Aku telponkan taksi ya.” Usul Dre
“Tidak, Dre. Harus sekarang.” Terangnya
Terpaksa Dre harus mencari kendaraan. Ya ampunn..sial benar aku!
Jengkel Dre di dalam hati.
Malam ini sepertinya lebih gelap daripada biasanya. Anjing
tetangganya juga menggonggong saat Dre lewat di depan gerbang, untung saja
pintu gerbang itu dikunci.
Seketika itu jantung Dre berdebar kencang. “Aku harus berani!
Umurku sudah 10 tahun! Aku tidak takut pada apa pun!” teriaknya. Ia juga
teringat pesan ibunya pada waktu itu, bila ia bisa mengalahkan rasa takutnya,
ia adalah anak yang paling berani. Tetapi itu terasa sulit baginya. Dre,
kemudian ingat Tante Dina. Ya, Tante Dina sedang mengandalkannya! Menyadari hal
itu, tiba-tiba tumbuh keyakinan dalam diri Dre. Ia mulai berlari tanpa menoleh.
Lambat laun pangkalan taksi sudah terlihat diujung perumahan. Ia segera naik ke
salah satu taksi. Ia lalu menjemput Tante Dina dengan taksi dan mengantarnya ke
rumah sakit.
Keesokannya..
“Kamu benar-benar anak pemberani, Dre. Kalau bukan karena kamu
bayiku bisa lahir dirumah,” ujar Tante Dina sambil menggendong bayi
perempuannya.
Dre lalu tersenyum malu. Ia benar-benar tidak enak atas pujian
itu. Ibu tersenyum sambil mengelus-elus kepalanya.
Sulit sekali menjadi
pemberani, apalagi mengalahkan ketakutannya sendiri. Tetapi Dre yakin, dia
pasti berani dengan kucing yang berbulu lembut. Bukankah dia sudah berani
mencarikan tantenya kendaraan di tengah malam yang gelap?
Unsur Intrinsik Hikayat Hang Tuah
Tema: Keberanian
Hang
Tuah mendengarkan kata ibunya, iapun langsung bangkit berdiri dan memegang
kapaknya menunggu amarah pemberontak itu. Pemberontak itu datang ke hadapan
Hang Tuah lalu menikamnya bertubi-tubi.
· Tokoh :
1. Hang Mahmud : Pekerja
keras dan pantang menyerah
”Ayo
kita pergi ke Bintan, negri yang besar itu, apalagi kita ini orang yang yang
miskin. Lebih baik kita pergi ke Bintan agar lebih mudah mencari
pekerjaan.”
2.Dang Merdu : Penyayang
dan baik hati
Dang Merdu pun
langsung memandikan dan melulurkan anaknya. Setelah itu, ia memberikan anaknya
itu kain,baju, dan ikat kepala serba putih. Lalu Dang Merdu member makan Hang
Tuah nasi kunyit dan telur ayam, ibunya juga memanggil para pemuka agama untuk
mendoakan selamatan untuk Hang Tuah.
3.Hang Tuah : Pemberani
dan bijaksana.
Maka
Hang Tuah pun Melompat dan mengelak dari tikaman orang itu. Hang Tuah lalu
mengayunkan kapaknya ke kepala orang itu, lalu terbelalah kepala orang itu dan
mati.
Hang
Tuah pun tersenyum dan menjawab,”Pemberontak itu tidak pantas dibunuh dengan
keris, melainkan dengan kapak untuk kayu.”
4.Temanggung: Licik
. Maka Tumenggung pun berdiskusi dengan
pegawai-pegawai lain yang juga iri hati kepada Hang Tuah.
5.
Raja: Pemarah dan mudah terprovokasi
Setelah Baginda
mendengar hal itu, murkalah ia, sampai mukanya berwarna merah padam.
Latar:
a. Tempat
Sungai duyung
Pada
suatu ketika ada seorang pemuda yang bernama Hang Tuah, anak Hang Mahmud.
Mereka bertempat tinggal di Sungai Duyung.
Pasar
Lalu
ada pemberontak yang datang ke tengah pasar, banyak orang yang mati dan
luka-luka.
Kampung
Orang-orang
pemilik toko meninggalkan tokonya dan melarikan diri ke kampong.
Istana
Jika
ia tidak datang ke istana, pasti ia akan dipanggil oleh Sang Raja.
b. Waktu
Malam hari
Lalu
pada malam harinya, Hang Mahmud bermimpi bulan turun dari langit.
Siang hari
Siang
harinya, Hang Mahmud pun menceritakan mimpinya kepada istri dan anaknya.
Alur: Alur maju
Sudut Pandang: orang ke 3 serba tahu
Pada
suatu ketika ada seorang pemuda yang bernama Hang Tuah, anak Hang Mahmud.
Mereka bertempat tinggal di Sungai Duyung. Pada saat itu, semua orang di Sungai
Duyung mendengar kabar tentangg Raja Bintan yang baik dan sopan kepada semua
rakyatnya.
Gaya Bahasa: Penulis menggunakan bahasa daerah yang masih bisa dipahami oleh
pembaca pada umumnya.
Maka
Tumenggung pun berdiskusi dengan pegawai-pegawai lain yang juga iri hati kepada
Hang Tuah. Setelah diskusi itu, datanglah mereka ke hadapan Sang Raja. Maka
saat sang Baginda sedang duduk di tahtanya bersama para bawahannya, Tumenggung
dan segala pegawai-pegawainya datang berlutut, lalu menyembah Sang Raja.
Amanat:
a.Terus berusaha dan berjuang meskipun banyak cobaan
”Ayo
kita pergi ke Bintan, negri yang besar itu, apalagi kita ini orang yang yang
miskin. Lebih baik kita pergi ke Bintan agar lebih mudah mencari
pekerjaan.”
b.Berani menghadapi berbagai jenis masalah yang ada
Hang
tuah pun langsung bangkit berdiri dan memegang kapaknya menunggu amarah
pemberontak itu. Pemberontak itu datang ke hadapan Hang Tuah lalu menikamnya
bertubi-tubi.Maka Hang Tuah pun Melompat dan mengelak dari tikaman orang itu.
Hang Tuah lalu mengayunkan kapaknya ke kepala orang itu, lalu terbelalah kepala
orang itu dan mati.
c. Jangan Mudah marah dan terprovokasi kalau belum ada buktinya
”
Setelah Baginda mendengar hal itu, murkalah ia, sampai mukanya berwarna merah
padam. Lalu ia bertitah kepada para pegawai yang berhati jahat itu.
Unsur Intrinsik Keberanian Dre
Tema: Keberanian
Seketika itu jantung Dre berdebar kencang. “Aku
harus berani! Umurku sudah 10 tahun! Aku tidak takut pada apa pun!” teriaknya.
Ia juga teringat pesan ibunya pada waktu itu, bila ia bisa mengalahkan rasa
takutnya, ia adalah anak yang paling berani.
Tokoh:
1. Dre: Baik, ramah dan
pemberani
Dre adalah seorang anak laki laki yang baik dan
ramah, dia juga suka membantu orang lain.
“Aku harus berani! Umurku sudah 10 tahun! Aku tidak takut pada apa
pun!” teriaknya.
2. Ibu: Pengertian dan
selalu memberi nasehat
“Kalau kamu mencoba mengalahkan salah satu ketakutanmu, Dre, kamu
akan menjadi anak yang paling berani.”
3. Tante Dina: Baik hati
“Dre, kamu mau nggak, temani Tante di rumah? Soalnya suami Tante
lagi ada acara keluar kota,” kata Tante Dina dengan wajah memelas.
Latar:
a. Tempat
Kedai
Dre juga memiliki banyak kekurangan. Ia takut gelap. Ia takut
binatang. Ia juga takut pergi sendiri ke kedai di ujung rumahnya
sekalipun.
Rumah
Suatu hari, Tante Dina, adik Ibu datang ke rumah Dre.
Rumah sakit
Ia lalu menjemput Tante Dina dengan taksi dan mengantarnya ke
rumah sakit.
b. Waktu
Malam hari
Malam ini sepertinya lebih gelap daripada biasanya. Anjing
tetangganya juga menggonggong saat Dre lewat di depan gerbang, untung saja
pintu gerbang itu dikunci.
Alur: Alur maju
Sudut pandang: Orang ke 3 serba tahu.
Dre adalah seorang anak laki laki yang baik dan ramah, dia juga
suka membantu orang lain. Teman temannya juga menyukai Dre, dia juga sering
membantu temannya yang ketinggalan pelajaran.
Walaupun begitu, Dre juga memiliki banyak kekurangan. Ia takut
gelap. Ia takut binatang. Ia juga takut pergi sendiri ke kedai di
ujung rumahnya sekalipun.
Gaya bahasa: Penulis menggunakan
bahasa Indonesia yang sudah cukup baik seperti bahasa sehari-hari dan sangat
mudah dimengerti oleh pembacanya.
Dre, kemudian ingat Tante Dina. Ya, Tante Dina sedang
mengandalkannya! Menyadari hal itu, tiba-tiba tumbuh keyakinan dalam diri Dre.
Ia mulai berlari tanpa menoleh. Lambat laun pangkalan taksi sudah terlihat
diujung perumahan. Ia segera naik ke salah satu taksi. Ia lalu menjemput Tante
Dina dengan taksi dan mengantarnya ke rumah sakit.
Amanat:
a. Jadilah orang
pemberani yang dapat mengalahkan rasa takut.
“Aku harus berani! Umurku sudah 10 tahun! Aku tidak takut pada apa
pun!” teriaknya. Ia juga teringat pesan ibunya pada waktu itu, bila ia bisa
mengalahkan rasa takutnya.
b. Jadilah orang baik
yang suka menolong orang yang sedang dalam kesulitan.
Ya, Tante Dina sedang mengandalkannya! Menyadari hal itu,
tiba-tiba tumbuh keyakinan dalam diri Dre. Ia mulai berlari tanpa menoleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar