Asal
Mula Selat Nasi
Selat nasi adalah sebuah selat yang
memanjang lurus dari timur ke barat membelah pulau Subi kecil dan pulau Subi
besar, yang terletak di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Menurut cerita,
keberadaan selat Nasi ini disebabkan oleh ulah Datuk Kaya yang menghamburkan
nasi basi di pulau Subi
***
Alkisah,
di daerah Natuna, Kepulauan Riau, terdapat sebuah pulau bernama pulau Subi yang
dikuasai oleh seorang Datuk Kaya. Sang Datuk Kaya mempunyai seorang istri yang
bernama Cik Wan dan seorang putri cantik nan rupawan yang bernama Nilam Sari.
Ia adalah seoarang gadis yang rajin, berbudi pekerti luhur, dan tidak angkuh.
Dalam pergaulan sehari-hari ia juga tidak membedakan antara si kaya dan si
miskin untuk dijadikan teman. Tidak heran jika orang-orang disekitarnya sangat
kagum terhadap perangainya. Kapan dan dimanapun orang berkumpul, pasti mereka
membicarakan dirinya.
Pada
suatu hari, sekelompok pedagang dari Palembang singgah di pulau Subi. Secara
tidak sengaja mereka mendengar percakapan orang-orang kampung di pulau tersebut
tentang kecantikan dan keelokan perangai Nilam Sari. Kemudian dari mulut ke
mulut cerita itu pun tersebar di kalangan masyarakat Palembang dan akhirnya
sampai pula ke telinga permaisuri raja Palembang.
Mendengar
cerita itu permaisuri pun bercita-cita menjadikan Nilam Sari sebagai
menantunya. Hingga pada suatu malam permaisuri menyampaikan niatnya kepada sang
putra yang bernama Demang Aji Jaya. Demang Aji baru saja menuntut ilmu ke sana
kemari dari Malaka, Jawa, Cina hingga negeri Pathani Siam. Mendengar ungkapan
bundanya tersebut Demang Aji bersedia untuk menikah dengan Nilam Sari. Alangkah
senang hati sang bunda mendengarkan pernyataan putranya. Ia pun langsung
menyampaikan kabar gembira tersebut ke raja. Dan sang raja pun setuju dan
segera menyebarkan berita tentang pernikahan putranya dengan Nilam Sari.
Keesokan
harinya keluarga istana sibuk mempersiapkan segala hantaran dan hadiah-hadiah
sebagai hantaran pernikahan. Sang raja pun menunjuk beberapa orang cerdik untuk
menyampaikan lamaran dan beberapa nahkoda berpengalam untuk menahkodai kapal
menuju pulau Subi.
Setelah
semuanya siap, para utusan raja Palembang berangkat menuju pulau Subi untuk
menyampaikan lamaran Demang Aji Jaya kepada Nilam Sari. Sesampainya di pulau
Subi, utusan raja Palembang yang diwakili seorang juru bicara menyampaikan
maksud dan tujuan kedatangan mereka dengan beberapa untaian pantun. Untaian
pantun yang berisi lamaran tersebut kemudian dibalas oleh keluarga Datuk Kaya
dengan untaian pantun pula.
Singkat
cerita, lamaran Demang Aji Jaya diterima oleh keluarga Datuk Kaya. Kedua belah
pihak menentukan hari perkawinan kedua calon mempelai pengantin. Melalui
musyawarah mufakat, mereka pun menentukan hari perkawinan sekaligus naik ke
pelaminan jatuh pada hari kesepuluh bulan Syafar.
Waktu
berjalan begitu cepat. Sepekan lagi hari kesepuluh bulan Syafar akan datang.
Para penduduk pulau Subi mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk
keperluan penyambutan rombongan mempelai laki-laki dari negeri Palembang. Mulai
dari menegakkan selasar(rumah sambung), memotong puluhan sapi dan kambing juga
memotong ratusan ayam, memasak dan mengkukus kue, menggulai dan merendang
daging sebagai lauk-pauk. Tepat hari kesepuluh bulan Syafar keperluan
penyambutan telah siap. Nasi berdandang-dandang dan lauk berdulang-dulang telah
terhidang. Nilam Sari juga telah dirias dengan busana indah dan menawan.
Keluarga
Datuk Kaya dan Nilam Sari sudah tidak sabar lagi menanti kedatangan sang
pangeran. Namun , hingga hari menjelang siang rombongan pengantin laki-laki
juga belum terlihat. Datuk Kaya mulai gelisah dan mondar-mandir sambil
memegangi jenggotnya. Cik Wan mencoba menenangkan suaminya. Datuk Kaya pun
berusaha untuk bersabar dan besikap tenang. Hingga hari menjelang malam rombongan
pengantin laki-laki juga belum terlihat. Datuk kaya semakin gelisah dan
kesabarannya mulai goyah.
Datuk
Kaya dan penduduk pulau Subi terus menunggu hingga hari ke tiga belas bulan
Syafar. Pada hari itu arak-arakan pengantin laki-laki tiba juga di pulau Subi.
Tanpa menunggu lagi, kedua mempelai segera dinikahkan dan didudukan bersanding
di atas pelaminan. Demang Aji Jaya menyampaikan kepada Nilam Sari bahwa
rombongan mereka terlambat datang karena terhadang oleh badai yang ganas
sehingga mereka harus menepi dahulu di sebuah pulau.
Cik
Wan mulai bingung bagaimana cara menjamu mereka. Nasi berdandang-dandang dan
lauk berdulang-dulang sudah basi. Lalu, Cik Wan bertanya kepada Datuk Kaya, ia
mengatakan bahwa biarkan saja orang Palembang tersebut memakan jamuan yang
sudah basi tersebut, ini akibat mereka telah mengingkari janji. Namun, Cik Wan
keberatan dia berpendapat bahwa rombongan raja Palembang terserang badai yang
besar . Namun, Datuk Kaya tetap teguh pada pendiriannya dan menghidangkan
makanan basi kepada tamunya.
Melihat
sikap suaminya tersebut Cik Wan mengancam suaminya jika tidak mengindahkan
permintaanya Cik Wan meminta untuk pisah ranjang. Datuk Kaya tidak takut dan
bahkan dia menyatakan cerai dengan Cik Wan sambil menghambur-hamburkan nasi
tersebut sehingga membentuk garis panjang seakan membelah pulau Subi menjadi
dua bagian.
Beberapa
saat setelah Datuk Kaya menghamburkan nasi basi tersebut, tiba-tiba terdengar
kilat meyambar-nyambar disertai angin kencang dan hujan deras. Air laut pun
bergulung-gulung menghantam pulau Subi. Pulau Subi pun terbelah menjadi dua
bagian, satu disebalah utara dan satu disebelah selatan. Pulau Subi kecil(di
bagian utara) milik Cik Wan dan pulau Subi besar (di sebelah selatan ) milik
Datuk Kaya. Pulau tersebut terbelah oleh sebuah selat yang memanjang dari timur
ke barat. Oleh masyarakat setempat selat itu diberi nama selat Nasi, karena
keberadaanya disebabkan oleh hamburan nasi ileh Datuk Kaya.
***
Budi Pekerti
Pesan
moral yang dapat kita ambil dari cerita tersebut adalah kita sehendaknya jangan
egois dan selalu masukan dan pendapat orang lain yang mana pendapat orang
tersebut mungkin ada benarnya juga. Dan juga akibat buruk dari sifat kurang
dewasa dalam menghadapi permasalahan. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan
tindakan Datuk Kaya yang tidak menyelidiki ketrlambatan rombongan pengantin
laki-laki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar